Rabu, 30 April 2014

Beberapa Pertimbangan Memilih Sekolah Untuk Malik

Beberapa waktu lalu saya sempat menulis review sedikit tentang malik yang sudah mulai sekolah dan berjanji akan melanjutkan ceritanya. Berhubung ada sedikit waktu luang di kantor, baiklah kita mulai ceritanya, masih berhubungan dengan sekolah malik sih. Suatu ketika saya sedang fotokopi di dekat rumah. Di tempat saya fotokopi, ada sekitar 3 (tiga) orang ibu-ibu yang juga ingin fotokopi tugas. Sepertinya mereka adalah para guru, dan menurut prediksi saya mereka itu adalah guru TK atau guru SD kelas 1 atau 2. Karena kalau dilihat dari materi yang mereka copy adalah materi mewarnai yang banyak dan materi hasta karya. Ada juga materi matematika soal penambahan dan pengurangan. Materinya tidak terlalu sulit, makanya saya tebak saja mereka itu mengajar anak-anak PAUD/TK/SD. Salah satu diantara ketiga orang tersebut kebetulan membawa anaknya (laki-laki) dan usianya sekitar 3 tahunan. Entah karena apa, si anak yang awalnya asyik main sendiri tiba-tiba merajuk minta digendong. ”Ibu gendong, gendoong....” Dan tahukah gimana reaksi si ibu? Ibu : ”Duh kamu tau ngga sih ibu lagi repot bgt, kamu lihat kan? Sini ibu gendong klo ngga percaya.” (ngomong sambil misuh-misuh, anaknya digendong sedetik kemudian diturunin lagi) GUBRAAAAk...... *lebay mode on* Iya sih saya tau tuh ibu memang lagi super-super repot. Lha wong tangannya sibuk nenteng-nenteng map gitu. Tapi apa iya itu si ibu ngomong begitu ke anaknya dalam keadaan sadar. Ehm...maksud saya begini, itu kan anak umuran 3 tahun yaa, kadang ngga tau repot itu seperti apa, yaa masa’ harus ”dipaksa” mengerti situasi dan kondisi dengan penjelasan yang alakadarnya. Stop yaa untuk membahas si ibu ini. Karena ada hal yang lebih saya khawatirkan lagi. Yaitu, langsung membayangkan kalau si ibu ini jadi gurunya malik. Huhuhu......BIG NO!!!! Sama anak sendiri aja begitu perlakuannya, gimana sama anak orang lain. Nah, kebetulan pada saat yang bersamaan, rekan si ibu mengoreksi semacam ulangan muridnya. Yang saya perhatikan, rekan si ibu (yang juga guru) ini hanya memberikan tanda (x) jika salah dan memberikan tanda (v) jika benar. Sudah cukup sampai disitu, tanpa ada penjelasan lagi kenapa jawaban si anak salah, dan lantas jawaban yang benar seperti apa. Fiuuuuh......lagi-lagi saya membayangkan gimana kalau gurunya malik seperti ini. Dan semoga guru-guru yang saya temui ini yaa Cuma guru ini saja yang gaya mendidiknya seperti ini. Semoga guru-guru lainnya benar-benar bergaya seperti seorang pendidik. Aaamiiiin..... Sepanjang pulang fotokopi saya menyadari beberapa hal penting dalam memilih sekolah untuk anak harus sepaket lengkap. Beberapa pertimbangan saya diantaranya, : 1. Visi Misi, maksudnya kira-kira seiring sejalan ngga sama visi misi ortunya 2. Anggaran, harus sesuai nih sama kantong ayah bundanya. Ngga mau maksain diri, khawatir malah mogok ditengah jalan makin berabe urusannya. 3. Materi, nah penting nih, cocok ngga sama kita (orangtuanya). Soalnya ada orangtua yang merasa kurang kalau si anak ngga dikasih materi hitung-hitung (misalnya), atau materi keagamaan (misalnya), atau materi-materi yang lainnya. 4. Pendidik, yang ini asliiii ngga bisa disepelekan. Soalnya kita akan menitipkan anak kita sama orang-orang ini, yang nantinya ikut bertanggungjawab akan seperti apa anak kita. 5. Fasilitas, ini faktor pendukung yang bisa menjadi nilai plus-plus aja sih 6. Jarak, diharapkan terjangkau dari rumah. Sebenarnya masih ada point-point yang lainnya sih, tapi yang keingetan baru 6 (enam) ini. Intinya, keenam petimbangan inilah yang menjadi dasar saya memilih sekolah untuk malik. Alhamdulillah, sejauh ini keenam point masih aman terpenuhi di sekolah malik saat ini. Termasuk mendapatkan guru yang sabar, perhatian dan baik hati. Hihihi.... Tapiiiii, sejujurnya, sampai saat ini saya masih mencari-cari sekolah untuk Malik. Sekolah malik yang sekarang masih nasional sementara saya bercita-cita malik bisa mendapatkan pendidikan di sekolah berbasis muslim. Sayangnya yang ini masih blm ada yang dekat dari rumah. Ups...sebenarnya banyak sih sekolah yang berbasis muslim di dekat rumah, tapi yaa itu (perbandingan guru murid bisa 1 : 20; lebih mengedepankan calistung; materi yang kurang update; hanya bagus di marketingnya saja; pengeluaran tidak sesuai pendapatan; dan fasilitas yang alakadarnya). Makanya sampai sekarang saya masih mencari sampai mendekati yang sreg di hati. Boleh doong saya dicolek kalau ada info bagus *kedip-kedip*

Rabu, 26 Maret 2014

Kisahnya Bunda Yang lagi Galau

Bismillahirrahmanirrahiim.... Awalnya mau mengungkapkan sedikit keluh kesah di FB. Bahasa gaulnya mah "Update Status", ceileee..... Tapi, berhubung selalu berpikir ulang sebelum update status, akhirnya diambil kesimpulan urung curcol ajadeh. Tapi (lagi) koq hati masih galau gimana gituuuu, nahlooo..... Eh keingetan punya blog yang sudah hampir karatan karena ngga pernah ditengok. Kenapa pilih blog dibanding fb? Karena gw yakin 95% pasti ngga ada yang akan membaca blog gw kecuali gw sendiri, atau ada orang yang dengan sengaja gw paksa untuk membaca tulisan ngga bermutu gw. Asli yaa...ini cuma curhatan pribadi saya aja Kegalauan ini bisa dibilang sudah menahun usianya, namun seiring berjalannya waktu ternyata kegalauannya masih belum bisa sembuh juga. Gimana ini ya? Bahkan saya merasa kegalauan saya makin hari makin menjadi. Kegalauan saya sebagai seorang perempuan, yang secara kasat mata tidak memiliki kekurangan tapi ternyata menumpuk banyak kekurangan di sini (menunjuk hati), di sini (menunjuk otak), dan di sini (menunjuk ke seluruh tubuh). Lho????? Galaunya diriku, seteleh diterima cpns. Apakah prestasiku akan stag sampai di sini. Mulai galau ingin melanjutkan program magister karena terbentur beberapa hal, di antaranya status, kemampuan materi dan kemampuan (otak). Lah terus kenapa masih galau? Itumah udh jelas dong ya banyak kendala. Kenapa masih mau maksa untuk lanjut sih? Nah itu dia, masalahnya naluri dan hasrat ini anehnya makin menjadi-jadi. huhuhuhu..... sedih. Meskipun sudah berkali-kali ganti status, hasrat ini masih belum bisa dipendam juga. Mulai dari status wanita single berubah jadi istri orang berubah lagi jadi ibu hamil dan sekarang menjadi seorang ibu seutuhnya, yaaa teteup aja gitu untuk cita-cita yang satu ini ngga bisa hilang. Saya sudah pernah mencoba untuk menyerah, tapi ternyata mimpi itu datang lagi dan datang lagi. Dan Ya Allah sekarang saya bingung saya harus bagaimana. (Mewek di meja kerja kantor) Dalam kehidupan saya, sering terjadi sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Semua karena Allah, asli cuma karena Allah. Daaan...pertolongan itu datang saat saya benar-benar merasa sendiri. Anehnya, kenapa setiap kehidupan (terutama di luar lingkungan), saya tetap merasa sendiri ya? eh ngga juga sih, ada ayah malik, ibu bapak, ami, dan pastinya ada malik yang membuat hidup bunda semakin berwarna. Ups.... udah mulai keluar topik. Back the topic!!! Ngomong-ngomong sekarang syarat melanjutkan program magister itu pake toefl lhoo. Maaf, bukan ngga sanggup. Tapi emang ngga mungkin. Karena persiapa saya yang diburu-buru waktu apa iya bisa? Ya Allah terus sekarang hamba harus bagaimana? Ditambah lagi uang tabungan sudah berkurang banyak karena baru selesai membangun rumah. Ingat sekarang sudah ada Malik, ngga boleh egois memikirkan diri sendiri. Masalah bertambah lagi, lantaran aku masih belum sukses mencari beasiswa, dalam hal ini mungkin ngga ya dapat "izin belajar" dari kantor? Ya Allah....rumit. Masalah ini bukan masalah sepele, ini masalah rumit. Dimana aku harus berbagi peran sebagai seorang istri, seorang ibu, seorang pns, dan apa iya merangkap sebagai seorang mahasiswi juga. Ya Allah.... Kenapa di tengah-tengah kerumitan ini, mimpi-mimpi itu selalu datang dan tak mau pergi. Kenapa??? Kenapa lagi dan lagi.... Ya Allah... tunjukkan hamba jalan keluar. Hamba ingin cerita ini happy ending. Happy ending Ya Allah...sebagaimana kejadian sejam yang lalu, saat Engkau tunjukkan secercah harapan dalam setiap doa-doa hamba. Aamiiin....